Dalam perjalanan sejarah, terdapat legenda yang tentunya juga ada dan lahir dalam beberapa versi, karena dituturkan dari mulut kemulut sehingga sangat dimungkinkan adanya distorsi dan penyimpangan dari sejarah yang sesungguhnya. Sungguhpun demikian, penulis akan mengangkat sebuah versi dari beberapa versi yang beredar tentang usaha dari seorang anak Prabu Siliwangi, Raden Kiansantang untuk mengislamkan Ayahnya. Terlepas dari benar tidaknya, hal ini kami sampaikan bukan karena tendensi dari pihak manapun. Tetapi semata untuk penelusuran sejarah dan penambah bahan dan wawasan bagi penyelidikan lebih jauh. AKhirnya selamat membaca.
Tersebutlah Raden Kiansantang, yang lahir di Pajajaran tahun 1315. ia dikenal sebagai sosok pemuda yang sangat cakap. Tidaklah heran jika pada usianya yang masih muda, Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua, sebuah gelar bagi penguasa Bogor setingkat Kadipaten. Konon, Raden Kiansantang terkenal dengan kesaktianya. Tubuhnya kebal, tidak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.
Menurut legenda lama, dalam pengembaraanya menjelajahi seluruh tanah Pasundan, seumur hidup Raden Kiansantang belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai tubuhnya.
Padahal keinginannya ingin sekali melihat darahnya sendiri mengalir. Hingga suatu hari, ia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat. Permintaan ini dikabulkan sang Ayah, Prabu Siliwangi yang akhirnya mengumpulkan para ahli nujum.
Prabu Siliwangi meminta bantuan pada ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu mengalahkan putranya, Raden Kiansantang.
Dalam keheningan tidak ada jawaban, akhirnya muncul seorang kakek yang menunjukkan ada seseorang yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Ali.
Merasa tertantang, Raden Kiansantang ingin segera bertemu, namun sang kakek meminta syarat yang disebut-sebut harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan dan harus mau berganti nama menjadi Galantrang Setra.
Dua syarat yang diajukan itu diterima dan mampu dijalankan dengan baik oleh Galantrang Setra sampai akhirnya ia pergi ke Mekkah, mencari seseorang yang diberitahukan oleh sang kakek tersebut.
Sampailah Raden Kiansantang di tanah Arab, dengan cepat ia mencari seorang yang bernama Ali. Pada akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang tidak dikenal di Arab. Ia mau mengantarkan Kiansantang bertemu dengan Ali, namun dengan satu syarat lagi bahwa dirinya mampu mengambil tongkat yang telah ditancapkan di sebuh tempat.
Demi untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang menurut untuk mengambil tongkat yang tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia, ketika mencoba mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan segala kesaktiannya dan dari pori-porinya sampai keluar keringat darah.
Begitu mengetahui Kiansantang tak mampu mencabut tongkatnya, maka pria itu pun menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah, tongkat itu dengan mudah bisa dicabut.
Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak mampu mencabutnya. Singkat cerita akhirnya Kiansantang masuk agama Islam. Dan setelah beberapa bulan belajar agama Islam, ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama Islam.
Sesampainya di Pajajaran, ia segera menghadap ayahandanya. Ia menceritakan pengalamannya di tanah Mekkah hingga masuk Islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk Islam juga. Tapi sayang ajakan Kiansantang ini tidak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir sudah dianutnya.
Betapa kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban sang ayahanda yang menolak mengikuti ajakannya. Dan karena alasan itulah Kiansantang memutuskan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama Islamnya dengan satu harapan, seiring makin pintarnya ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk Islam juga.
Setelah 7 tahun kemudian, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali, Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, ketika Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya, prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.
Bukan main kagetnya Kiansantang setelah sampai di wilayah keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara, padahal ia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.
Dan akhirnya setelah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan. Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, Wahai ayahanda, mengapa ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama Islam.
Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan? Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau. Jawab Kiansantang
Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang menyesali dirinya telah mengucapkan kata Harimau hingga ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.
Maka dari itu, meski telah berubah menjadi harimau, namun Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama Islam. Namun rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke daerah selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini terkenal dengan nama goa Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.
prabu kiansantang juga memiliki beberapa petilasan yang menjadi tempat beliau beristirahat dalam pencarian ayahnya prabu siliwangi,,salah satunya di tempat karuhun ane desa ciburuy garut
pencariannya ke sancang menemui hasil sampai kiansantang bertemu ayahnya prabu siliwangi namun beliau tetap pada pendiriannya untuk tidak memeluk islam, sampai akhirnya prabu siliwangi menggunakan kesaktiannya menghilang dan masuk di telan bumi, menurut cerita setempat saat ini ilmu yang dimiliki prabu siliwangi inilah yang dicari dan coba dipelajari ahli kebatinan setempat
di petilasan ciburuy ini juga tersimpan beberapa pusaka dan peninggalan kiansantang, serta bekas tempat sholat beliau berupa batu besar, dan ada pula tongkat sancang yang digunakan kiansantang yang masih terprlihara dengan baik..
Sumber : k a s k u s
0 comments:
Post a Comment